TEMPO.CO, Jakarta – Anggota Komisi Ketenagakerjaan DPR RI Rieke Dyah Pitaloka meminta Presiden Joko Widodo lebih fokus dalam bekerja, khususnya saat menandatangani peraturan. “Saya mendukung Jokowi, tapi saya akan kritis terhadap semua kebijakannya,” katanya saat dihubungi 8 Juli 2015.
Menurut Rieke, sejak Jokowi menjadi Gubernur Jakarta dan hendak dicalonkan sebagai presiden RI, Rieke pernah berdiskusi dengan Jokowi tentang buruh. Rieke pun yang selalu mendampingi Jokowi saat berbicara dengan buruh. “Pak Jokowi pun akhirnya menandatangani piagam yang membela kaum buruh,” katanya.
Sayang janji Jokowi untuk melindungi kaum buruh dan pekerja, tidak terlihat dalam isu buruh khususnya kisruh Jaminan Hari Tua. Peraturan Pemerintah yang dibuat oleh Kementerian Tenaga Kerja dan ditandatangani Presiden, dinilai Rieke, kurang membela hak buruh untuk mendapatkan uang jaminan hari tuanya.
Peraturan Pemerintah tentang Jaminan Hari Tua itu menyebutkan JHT bisa diambil hanya 10 persen setelah kepesertaan 10 tahun dan bisa diambil 100 persen setelah pekerja berusia 56 tahun. Pilihan lainnya adalah pencairan dana 30 persen tapi untuk keperluan uang muka pembelian rumah. Baru beberapa hari terbit, aturan itu akhirnya direvisi oleh pemerintah. “Kepada pemerintah, saya minta jangan keterlaluan. Membuat kebijakan untuk buruh butuh keseriusan dan fokus,” katanya.
Rieke pun meminta agar tim eksekutor yang membantu presiden dalam membuat kebijkan, khususnya tentang buruh, bekerja lebih baik. Salah satunya dengan tidak membuat kebijakan yang pro kepada para pengusaha. “Saya ingatkan presiden terpilih itu bukan hanya karena pemodal besar, tapi juga karena para pekerja yang tidak minta imbalan jabatan,” katanya.
Dengan adanya revisi aturan tentang Jaminan Hari Tua, Rieke berharap pemerintah mempublikasikannya ke semua media resmi pemerintah agar bisa diketahui publik apa yang akhirnya direvisi. “Agar masyarakat tahu, saya saja belum tahu sebenarnya bagian apa yang akan direvisi,” katanya.
Kisruh tentang aturan Jaminan Hari Tua itu membuat para anggota dewan memanggil Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri untuk dimintai penjelasan. Sayang, Menteri Hanif dua kali dipanggil, dua kali pula tidak hadir dalam pertemuan itu. “Nanti setelah reses, akan kami panggil paksa Menteri Hanif,” kata Rieke.
Sumber: Tempo